Senin, 22 Agustus 2011

Pentingnya Seks Education

Polemik tentang urgensi ”Sex Education” dimasukkan kedalam kurikulum sekolah, merupakan wacana yang mengemuka akhir-akhir ini, baik dalam forum-forum seminar maupun obrolan ringan saat rehat di ruang kerja. Tidak ada asap bila tidak ada api, wacana ini muncul seiring menggilanya seks bebas di kalangan remaja. Data hasil survei 2008 Kementrian Negara Pemberdayaan Perempuan menunjukkan, sebanyak 63 persen remaja SMP sudah melakukan hubungan seks..Sedangkan 21 persen siswa SMA pernah melakukan aborsi.

Kita semua maklum, bila mendengar kata ”Seks” maka yang terbersit dalam benak sebagian besar orang adalah hubungan seks. Sesungguhnya, seks itu artinya jenis kelamin yang membedakan pria dan wanita secara biologis. Seksualitas menyangkut banyak dimensi, diantaranya dimensi biologis, yaitu berkaitan dengan organ reproduksi, cara merawat kebersihan dan kesehatan; dimensi psikologis, dimana seksualitas dikaitkan dengan identitas peran jenis, perasaan terhadap seksualitas dan bagaimana menjalankan fungsinya sebagai makhluk seksual; dimensi sosial, berkaitan dengan bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar manusia serta bagaimana lingkungan berpengaruh dalam pembentukan pandangan mengenai seksualitas dan pilihan perilaku seks; dan dimensi kultural, menunjukkan bahwa perilaku seks itu merupakan bagian dari budaya yang ada di masyarakat.

Terlepas dari pro kontra, menurut penulis ”Sex Education” sudah seharusnya diberikan kepada peserta didik yang sudah beranjak remaja, baik melalui pendidikan formal maupun informal. Hal ini penting untuk mencegah ambigunya pendidikan seks maupun pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja. Berdasarkan butir kesepakatan 184 negara termasuk Indonesia yang dicetuskan di Kairo pada tahun 1994, salah satu butir kesepakatannya adalah mengusahakan dan merumuskan perawatan kesehatan seksual dan reproduksi serta menyediakan informasi yang komprehensif termasuk bagi para remaja.

Terdapat dua alasan mengapa ”Sex Education” penulis anggap penting bagi remaja. Pertama adalah saat peserta didik tumbuh menjadi remaja, mereka belum mengerti dengan seks, sebab orang tua masih menganggap bahwa membicarakan mengenai seks adalah hal yang tabu. Sehingga dari ketidakmengertian tersebut para remaja boleh jadi merasa tidak bertanggung jawab atas seks dan kesehatan anatomi reproduksinya. Kedua, dari ketidakmengertian tersebut membawa peserta didik mencari informasi lain yang ditawarkan oleh sebagian orang melalui komoditi yang bersifat pornografi, semisal VCD, majalah, internet, sampai pada tayangan televisi yang sudah mengarah kepada hal yang seperti itu. Dampak dari ketidakfahaman remaja tentang sex education ini, menggiring pada hal-hal negatif , seperti tingginya hubungan seks di luar nikah, kehamilan yang tidak diinginkan, sampai pada penularan penyakit yang menakutkan yaitu HIV.

Sex Education mempunyai ruang pembahasan yang luas dan komplek. Sex Education tidak hanya sebatas pada seks dalam arti heterosexsual dan bukan pula semata-mata menyangkut masalah biologis atau fisiologis saja melainkan juga berkaitan dengan psikologi, sosio-kultural, agama dan kesehatan. Melalui artikel ini, mari kita diskusi secara santun, melepaskan ego dan mengendapkan emosi untuk merumuskan kurikulum sex education sebagai sarana pencerahan bagi remaja.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Powered by Blogger